Dia - Eps. 2 (Last) (2019)
Hari itu, aku sampai di meja kantorku dengan mata
membelalak. Di meja kerjaku, tersusun rapi sebuket bunga mawar merah dan kertas
bertuliskan ‘ILY –Citra’. Mulutku
menganga, tidak percaya. Tepat saat Citra baru datang, aku menghadangnya. “Cit!
Ini.. kamu?” aku menunjuk meja kerjaku.
Citra
tertawa senang, membuatku merasa janggal. “Arka, hari ini tanggal berapa?”
Aku
berpikir. Karyawan kantor lain berdatangan. “2 Desember?”
“Kalau
kemarin?”
“1
Desem—”
“DESEMBER
MOP!!!!” Citra berseru riang, tergelak. Beberapa karyawan kantor lain, termasuk
Dean dan Nica—bos di kantor—ikut tertawa. Apa-apaan
ini? Sejenis april mop? Cuma tipuan?
“Sabar,
ya, bro,” masih setengah tertawa,
Dean berbisik kepadaku. Aku terpaku. Semuanya tertawa senang, mungkin hanya aku
yang merasa bingung dan terombang-ambing.
***
Malam
hari.
Ponselku
bordering. Aku membuka ponsel. “Apa ini?” aku berbisik. Layar ponselku
menunjukkan grup chat bernama Gost Stalker. Aku melihat anggotanya,
ada aku, Dean, Raka—salah satu temanku dan Dean di kantor—, Nica, dan
Maudy—teman makan siang Nica—.
Dean
Welcome to Ghost Stalker!!
Dean
P
You
Ini apaan woi?
Dean
Nih, jadi, Arka..
Dean
Semua yang disini tahu kalau lo suka
sama si Hantu!
Dean
Dan disini isinya orang-orang
berguna semua lho!
Dean
Ya kan guys??
You
Hah??
You
Jadi semuanya tahu?!
Raka
Yep
Raka
Gue tetangga si Hantu dari kuliah,
jadi gue tahu lumayan banyak
Maudy
Gue sama Nica juga kadang-kadang
ngajak si Hantu makan siang bareng!
Maudy
Ya kan Ca?
Nica
Y
You
Jadi ini buat apa??
Nica
Ya kan ini judulnya Ghost Stalker..
Maudy
Jadi kita bakal cari tahu tentang si
Hantuuu!!!
Dean
Kita berjuang buat si Arka, ya, guys!
You
Gila kalian..
Aku
membanting ponsel ke ranjang, menghela napas. Mereka gila ya.. tapi.. seru juga..? Ingatan tentang kejadian tadi
pagi membuatku kesal. Aku meraih kembali ponsel, mengetik pesan untuk grup chat ‘Ghost Stalker’.
You
Kayaknya aku udah nggak punya kesempatan deh..
You
Kelihatannya si Hantu seneng ngerjain aku -_-
***
Pukul
08.00. Aku baru saja sampai di kantor saat Maudy memanggilku. “Arka? Lo kok
baru datang sih?”
“Kenapa
emangnya? Belum telat, kan?”
“Bukan!
Tadi pagi, waktu si Hantu baru sampai di kantor, dia pingsan di lift! Tadi udah ke RS sama Nica, Raka,
Dean dan yang lain,”
Wajahku
memucat. “Mereka dimana?”
“Di
RS Langit seberang kantor.. soalnya itu yang paling dekat..”
Aku
lantas berlari ke arah lift, turun ke
lantai bawah sesegera mungkin.
“Arka!
Woi!” teriakan Maudy terdengar sebelum pintu lift tertutup.
***
“Arka!”
Dean berseru begitu aku sampai di depan ruang rawat si Hantu. “Astaga, itu kaki
lo kenapa?”
Aku menatap
kakiku yang terluka karena tersandung di trotoar. “Si Hantu mana?”
Dean
menunjuk ke arah pintu kamar rawat nomor 304. Aku bergegas masuk. Aku menemukan
‘si Hantu’ di salah satu ranjang, entah dia masih pingsan atau sedang tertidur.
Aku menemukan surat di meja di samping ranjangnya, yang tertulis di sudut kanan
atas, ‘to Arka’. Aku meraihnya,
membacanya perlahan.
To Arka.
Dear Arka,
Maaf gue ngerjain lo tempo hari. Gue
mau ngakuin sesuatu, gue suka sama lo. Sejak gue pertama kali masuk kantor, gue
udah merhatiin lo. Cuma lo yang nerima gue apa adanya. By the way, gue mau ngakuin nama asli gue ke lo.
Nama asli gue itu Biru Langit Indah.
Itu nama pemberian ayah gue, jadi gue benci banget nama itu. Gue punya trauma
di masa lalu, ayah gue ternyata psikopat, dia ngebunuh ibu gue dan
sahabat-sahabat gue. Gue pun hampir dibunuh. Karina dan Citra itu nama dua
sahabat gue yang meninggal dibunuh ayah gue. Karena trauma itu, gue
berkepribadian ganda. Maaf, gue aneh, ya? Gue tahu kok, gue nggak pantes buat lo.
Sebenarnya gue punya tiga
kepribadian. Sebagai Karina, Citra, dan sebagai Biru, diri gue yang sebenarnya.
Kepribadian Biru jarang banget muncul, mungkin karena gue benci nama itu. Gue
akan sangat senang kalau setelah tahu gue yang super-duper aneh ini, lo tetap
mau menghargai gue, karena lo satu-satunya orang yang nggak menganggap gue
aneh. Gue jauh lebih senang kalau lo mau nerima gue apa adanya.
Itu aja, kepala gue sakit parah
nulisin ini. Gue sebenarnya nggak mau ngingat trauma gue lagi, tapi kalau buat
lo, it’s okay. Udah ya, Arka, gua mau
bilang makasih karena lo mau nerima gue apa adanya.
Sincerely, Biru.
Aku
menatap gadis itu tidak percaya. “Biru Langit Indah..” si Hantu membuka mata,
terkejut melihatku. “Arka?”
“Kamu
sekarang jadi siapa? Karina atau Citra?” aku tersenyum hangat.
“Gue
bukan Karina atau Citra,” si Hantu tersenyum. “Gue cuma Biru.”
Aku
tersenyum. “Aku mau ngaku, Ru. Aku juga suka kamu, sebagai Karina, Citra, atau
Biru.” Wajah Biru merona. Aku melanjutkan. “Well,
Biru Langit Indah, will you marry me?”
Ia
tersenyum haru, menyeka ujung matanya yang basah. “Yes, Arka, and thank you.”
Dan, kisahku dan si Hantu berakhir disini.
Terima kasih sudah membaca!
.
.
.
FYI: Cerita ini aku masukin ke Lomba Menulis Cerpen Nasional ke-8 Tulis.me, jadi kalau ada yang mau komentar silakan tulis di komen, thank you!
Komentar
Posting Komentar